Adab-Adab Penuntut Ilmu
Pertanyaan:
Sungguh Allah telah mengkaruniakan kepadaku yaitu menuntut
ilmu. Maka apa saja adab-adab yang kalian nasehatkan kepadaku agar berhias diri
dengannya?
Jawaban:
Alhamdulillah
Sungguh bagi penuntut ilmu ada banyak adab-adab yang harus
bagi orang yang menuntut ilmu untuk berhias diri dengannya. Maka untukmu
wasiat-wasiat dan adab-adab dalam menuntut ilmu ini. Semoga Allah memberikan
manfaat kepadamu dengannya.
1. Bersabar
Wahai saudara yang mulia, sesungguhnya menuntut ilmu
merupakan diantara perkara-perkara yang mulia dan tinggi kedudukannya yang
tidak bisa didapatkan kecuali dengan bersusah payah. Berkata Abu Tamam mengajak
dirinya sendiri:
ذريني أنالُ ما لا يُنال من العُلى ... فصَعْبُ العلى في الصعب والسَّهْلُ في السَّهل
تريدين إدراك المعالي رخيـصة ... ولا بد دون الشهد من إبَر النحـــل
“Biarkan aku
meraih apa-apa yang belum diraih dari kemuliaan #
Maka kesulitan meraih kemuliaan itu pada kesulitan dan kemudahannya pada
kemudahan.
Engkau sangat
ingin memperoleh kemuliaan dengan murah
# Padahal pengambilan madu harus
merasakan sengatan lebah.”
Dan berkata yang
lain:
دببت للمجد والساعون قد بلغوا ... جُهد النفوس وألقـوا دونـه
الأُزرا
وكابدوا المجد حتى ملَّ أكثرُهُم ... وعانق المجد من أوفى ومن صبرا
لا تحسبن المجد تمراً أنت آكله ... لن تبلغ المجد حتى تَلْعَقَ الصَـبِرَا
“Aku
merangkak untuk mencari kemuliaan dan orang-orang yang berusaha sudah tiba #
Pada kesungguhan jiwa dan demi itu mereka mengeluarkan seluruh tenaga.
Mereka mengejar kemuliaan
sampai bosan kebanyakan mereka # Orang yang meraih kemuliaan adalah siapa
yang menepati janji dan bersabar.
Jangan engkau
sangka bahwa kemuliaan itu seperti kurma yang manis engkau makan # Engkau
tidak akan berhasil mencapai kemuliaan sampai engkau menjilat pohon yang
pahit.”
Maka bersabarlah
dan kuatkanlah kesabaran. Kalau jihad saja membutuhkan kesabaran, maka penuntut
ilmu membutuhkan kesabaran sampai akhir dari umurnya. Allah ta’ala berfirman:
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا
وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ }
“Hai orang-orang
yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap
siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
beruntung.” (Surah Ali ‘Imran: 200)
2. Ikhlas dalam Beramal
Komitmenkanlah ikhlas dalam amalanmu dan jadikan tujuanmu
adalah untuk mengharap wajah Allah dan kehidupan akhirat. Jauhilah darimu
perkara riya’ dan cinta popularitas dan cinta kedudukan atas orang lain. Sungguh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
))مَنْ
طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ
أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ((
“Barangsiapa
yang menuntut ilmu untuk menandingi (berbangga-bangga) dengan para ulama’ atau
untuk mendebat orang-orang bodoh atau untuk memalingkan wajah-wajah manusia
kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.” (HR. An-Nasa-i no.
2654 dan dihasankan Syaikh Al-Albani di dalam Shahih An-Nasa-i)
Kesimpulannya:
Wajib atas engkau untuk mensucikan lahir dan bathin dari segala dosa-dosa besar
maupun dosa-dosa kecil.
3. Mengamalkan Ilmu
Ketahuilah, bahwa mengamalkan ilmu itu merupakan buah dari
ilmu. Barangsiapa yang berilmu dan tidak mengamalkan maka sungguh dia telah
menyerupai kaum yahudi yang Allah misalkan mereka dengan sejek-jeleknya
permisalan di dalam Kitab-Nya. Allah berfirman:
{ مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ
لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ
الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
}
“Perumpamaan
orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang zhalim.” (Surah Al-Jumu’ah: 5)
Dan barangsiapa
yang beramal tanpa ilmu maka sungguh dia telah menyerupai kaum nashara, dan
mereka adalah orang-orang yang sesat yang disebutkan di dalam surah Al-Fatihah.
4. Selalu Merasa
Diawasi Allah
Engkau wajib berhias diri dengan selalu merasa diawasi Allah
ta’ala baik dalam kondisi sembunyi maupun terang-terangan. Berjalan menuju
Rabbmu berada di antara takut dan berharap. Sesungguhnya keduanya bagi seorang
muslim adalah seperti dua sayap burung. Maka datanglah menuju Allah dengan
segala kemampuanmu. Penuhi hatimu dengan kecintaan kepada-Nya, dan bagi lisanmu
untuk berdzikir kepada-Nya, dan merasa gembira, senang, dan ceria dengan
hukum-hukum-Nya dan hikmah-hikmah-Nya subhanah.
Perbanyak berdo’a kepada Allah dalam setiap sujud agar
membukakan kepadamu dan memberikan rizki kepadamu berupa ilmu yang bermanfaat.
Maka sesungguhnya apabila engkau jujur kepada Allah maka Allah akan memberikan
taufiq kepadamu dan menolongmu, dan mengantarkanmu kepada derajat ulama’ yang
rabbani.
5. Menggunakan
Waktu-Waktu
Wahai orang yang cerdas, bersegeralah menggunakan masa
mudamu dan waktu-waktu dari umurmu untuk membuahkan hasil. Jangan tertipu
dengan tipuan menunda-nunda dan harapan kosong, sesungguhnya setiap jam akan
berlalu dari umurmu dan tidak ada gantinya. Putuslah sesuai kemampuanmu
hubungan dari semua hal yang menyibukkan dan rintangan-rintangan yang dapat
menghalangi dari kesempurnaan menuntut ilmu. Curahkan segala kemampuanmu dan
kesungguhanmu untuk membuahkan hasil. Sesungguhnya waktu seperti
pemotong-pemotong jalan.
Oleh karena itu ulama’ salaf memilih mengasingkan diri
dari keluarga dan menjauh dari tempat kelahiran. Karena fikiran apabila
terpecah-pecah maka akan sulit menerima kebenaran dan yang detail menjadi tidak
jelas. Tidaklah Allah menjadikan bagi seseorang memiliki dua hati dalam satu tubuhnya. Begitu
juga dikatakan: “Ilmu tidak akan memberikan kepadamu sebagiannya sampai
engkau memberikan kepadanya seluruh apa yang engkau miliki.”
6. Peringatan
Jauhilah engkau dari menyibukkan diri di awal menuntut ilmu
dengan perbedaan pendapat antara para ulama’ atau antara manusia sama sekali.
Karena hal itu dapat membuat bingung fikiran dan mengejutkan fikiran. Begitu
juga jauhi dulu kitab-kitab yang panjang berjilid-jilid, karena hal itu dapat
menyia-nyiakan waktumu dan memecah fikiranmu. Akan tetapi berikanlah sebuah
kitab yang dapat engkau membacanya atau sebuah bidang ilmu yang dapat engkau
mengambilnya dengan kemampuanmu sampai engkau mutqin dengannya. Dan jauhilah
dari berpindah-pindah dari kitab yang satu ke kitab yang lainnya tanpa ada
kebutuhan yang mendesak, karena sesungguhnya hal itu tanda kebosanan dan tidak
ada keberhasilan. Dan wajib bagi engkau untuk memperhatikan semua ilmu dari
yang paling penting kemudian yang penting.
7. Kokoh dan Mutqin
Bersemangatlah dalam membenarkan dari apa-apa yang ingin
engkau menghafalnya dengan pembenaran yang mutqin. Apakah itu kepada Syaikh
ataupun kepada selainnya yang dapat membantumu. Kemudian hafalkanlah dengan
hafalan yang sempurna, lalu perbanyaklah dari mengulang-ulangnya dan berkomitmen
dalam hal itu di setiap waktu-waktu yang ditentukan setiap hari, agar engkau
tidak lupa dari apa yang sudah engkau hafal.
8. Menelaah Kitab-Kitab
Setelah engkau menghafal kitab-kitab ringkas dan engkau
memutqinkannya bersama penjelasannya dan engkau mencermati di dalamnya dari
permasalahan-permasalahan dan faidah-faidah yang penting, maka berpindahlah ke
pembahasan yang melebar dengan selalu menelaah kitab-kitab dan memberi catatan
dengan apa-apa yang lewat di depanmu dari faidah-faidah yang penting,
permasalahan-permasalahan yang rinci, cabang-cabang permasalahan baru,
penyelesaian masalah-masalah, dan pembeda dari hukum-hukum yang mutasyabih
(samar), yaitu dari seluruh macam-macam ilmu. Dan janganlah meremehkan sebuah
faidah yang engkau dengar atau sebuah kaidah yang engkau tangkap, tetapi
bersegaralah untuk memberinya catatan dan hafalkanlah.
Hendaklah kesungguhanmu dalam menuntut ilmu tinggi. Maka
janganlah merasa cukup dengan ilmu yang sedikit bersama ada kemungkinan untuk
mendapatkan yang lebih banyak. Dan janganlah merasa puas dengan warisan para Nabi
shalawatullahi ‘alaihim yang baru sedikit. Dan janganlah mengakhirkan mengambil
faidah padahal engkau mampu mengambilnya. Dan jangan sampai harapan dan
penundaan menyibukkanmu darinya. Sesungguhnya menunda-nunda itu adalah
penyakit. Karena apabila engkau mendapatkannya di waktu sekarang, engkau akan
mendapatkannya di waktu yang kedua di kesempatan lain.
Pergunakanlah waktu longgarmu, waktu semangatmu, waktu
sehatmu, gemilangnya masa mudamu, cerdasanya fikiranmu, dan sedikitnya kesibukan-kesibukanmu
sebelum datangnya gejala-gejala pengangguran dan halangan-halangan kepemimpinan.
Dan hendaklah engkau memperhatikan dalam mendapatkan
kitab-kitab yang dibutuhkan dengan kemampuanmu, karena itu adalah alat untuk meraih
hasil. Dan janganlah menjadikannya dari mendapatkan dan banyaknya tidak
memberikan faidah bagi ilmumu dan dari mengumpulkannya tidak memberikan
kefahaman bagimu. Akan tetapi engkau harus mengambil faidah darinya sesuai
dengan kemampuanmu.
9. Memilih Teman
Bersemangatlah menjadikan teman yang shalih orangnya, banyak
menyibukkan diri dengan ilmu, bagus tabiatnya, dapat membantumu untuk
mendapatkan tujuanmu, dapat membantumu untuk menyempurnakan faidah-faidahmu, menyemangatimu
untuk terus menuntut ilmu, meringankan kebosanan dan kelelahanmu, terpercaya dengan
agamanya, amanahnya, dan akhlaknya mulia, dan penasehat karena Allah tanpa bermain-main
dan lalai. Silahkan lihat kitab Tadzkiratus Sami’ karya Ibnu Jama’ah.
Dan jauhilah teman yang buruk. Sesungguhnya “akhlak Ayah itu
menurun kepada anaknya” (ungkapan), tabiat itu dapat berpindah, karakter itu
adalah curian, dan manusia adalah seperti segerombol burung-burung yang tabiat
mereka terbentuk menyerupai satu sama lain. Maka berhati-hatilah bergaul dengan
orang yang seperti itu, karena hal itu adalah penyakit. Dan mencegah lebih baik
daripada mengobati.
10. Beradab dengan Guru
Atas dasar bahwasanya ilmu pertama kali tidak diambil dari
kitab-kitab, tetapi harus diambil dari seorang guru yang engkau memutqinkan
darinya kunci-kunci menuntut ilmu, agar engkau selamat dari ketergelinciran,
maka engkau harus beradab kepadanya. Karena sesungguhnya hal itu merupakan
tanda keberhasilan, kesuksesan, meraih hasil, dan taufiq. Maka engkau harus
menghormati gurumu, memuliakannya, menjaga ucapan kepadanya, dan berlemah lembut
kepadanya. Ambillah seluruh adab kepada gurumu ketika engkau bermajelis
dengannya, berbicara kepadanya, bertanya kepadanya dengan bagus, mendengarkannya,
dan beradab yang bagus ketika membuka kitab di depannya.
Dan jauhilah sikap angkuh dan berdebat di depannya, tidak
mendahuluinya dalam berbicara atau berjalan atau memperbanyak bicara ketika
bersamanya atau memotong pembicaraannya dan pelajarannya dengan perkataanmu
atau mendesaknya untuk terus menjawab. Jauhilah banyak bertanya, terlebih di
hadapan orang-orang banyak, karena hal itu dapat membuatmu angkuh dan
membuatnya jenuh. Dan janganlah engkau memanggilnya dengan menyebut namanya
saja atau julukannya saja, akan tetapi katakanlah: “Yaa Syaikhiy (Wahai guruku)”
atau “Yaa Syaikhuna (Wahai guru kami)”.
Apabila nampak bagimu ada kesalahan dari gurumu atau
sangkaan, maka janganlah hal itu menjadikannya jelek di matamu, karena itu
adalah sebab engkau tidak akan mendapatkan ilmu darinya. Dan siapa yang bisa
terbebas dari kesalahan?! Silahkan lihat kitab Hilyah Thalibil ‘Ilmi karya
Syaikh Bakr Abu Zaid.
Kami minta kepada Allah untuk kami dan untukmu taufiq dan
keteguhan. Dan semoga Allah memperlihatkan kepada kita pada hari ini yang
engkau berada di atasnya orang yang ‘alim dari para ulama’ yang rabbani, ahli dalam
ilmu agama Allah, dan imam dari para imam-imam orang-orang yang bertaqwa.
Aamiin.. aamiin.. dan semoga bisa berjumpa lagi.. wassalam..
Dijawab oleh: Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizhahullah
Diterjemahkan dari: https://islamqa.info/ar/answers/10324/
Alih Bahasa: Abahe Yazid
Artikel: www.pelajarmuslim.org